Jumat, 18 Februari 2011

KEDUDUKAN DAN PENTINGNYA ULAMA



BAB I
PENDAHULUAN

Arti fungsi adalah kegunaan sesuatau dalam rangkaian jabatan atau sistem, dan ada yang memberi arti sama dengan peranan, dalam arti orang atau sesuatu yang menjadi atau melakukan sesuatu tugas atau sistem yang penting, sesuai dengan kedudukannya. Adapula orang yang sering menyamakan antara kata fungsi dam peranan dengan tugas atau kewajiban bila dikaitkan dengan kata yang lain.
Adapun arti tanggung jawab dalam pembicaraan ini tentunya dihubungkan dengan kata ulama adalah sampai dimana atau tugas kewajiban ulama tersebut telah ditunaikan oleh ulama yang bersangkutan didalam rangka melaksanakan kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh Allah. Tentu saja tanggung jawab ulama adalah tanggung jawab yang sesuai dengan fungsi atau peranan ulama di dalam melaksanakan segala kewajiban disegala bidang yang menjadi tanggung jawabnya.
   Untuk dalam makalah ini dijelaskan kedudukan dan peranan ulama di dalam hubungannya dengan bidang-bidang yang menjadi ruang lingkup di dalam rangka menuaikan tugasnya sebagai ulama untuk memenuhi panggilan Allah dan tanggung jawabnya di dalam menunakan tugasnya itu, dan dalam makalah ini akan di paparkan dua hadis yang menjelaskan bahwa salah satu tanda kiamat itu adalah diangkatnya ilmu oleh Allah, dan cara Allah mengangkat ilmu tersebut dengan wafatnya ulama[1].










BAB II
PEMBAHASAN
KEDUDUKAN DAN PENTINGNYA ULAMA

A.    Wafatnya Ulama Sebagai Tanda Dicabutnya Ilmu
عَنْ عَبْدِ الله بْنِ عَمْرُو بْنُ العَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله صَلَّي الله عَلَيْهِ وَسَلَمُ يَقُوْلُ اِنَّ الله لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ اِنْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنْ العِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءُ حَتَّي اِذَا لَمْ يَبْقَي عَالِماً اِتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُساً جُهاَلاً فَسَئَلَوا فَأَفْتُو بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُوا وَ اَفْضَلُوا
Artinya " Dari Abdullah bin 'Amr bin Al 'Ash r.a. berkata: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : "sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu pengetahuan dengan begitu saja dari orang-arang yang memilikinya, tetapi Allah mencabut ilmu dengan matinya orang-orang yang pandai (ulama), sehingga bila tidak ada lagi orang yang pandai maka orang-orang akan mengangkat orang-orang yang bodoh untuk menjadi pemimpin, maka bila mereka ditanya sesuatu maka mereka menjawabnya tidak berdasarkan ilmu pengetahuan, sehingga mereka sesat dan menyesatkan". (Riwayat Bukhari dan Muslim)[2].
1.      Penjelasan Hadis
Sebelum kita jauh membahas penjelasan hadits di atas, perlu kita ketahui bahwa yang di maksud orang pandai dalam hadits tersebut adalah ulama. Kata ulama berasal dari bahsa Arab yaitu عالم bentuk jamaknya adalah علماء artinya orang yang mengetahui. Istilah ulama menurut kaidah bahasa Arab adalah dalam bentuk jamak. Kemudian Umar Hasyim menyebutkan kata ulama berarti orang yang mengerti atau orang yang berilmu pengetahuan.
Di dalam hasil seminar pembinaan umat Islam sekalimantan Selatan disebutkan, kata ulama adalah orang-orang yang mengerti tentang hukum-hukum agama, baik yang mengetahui urusan ibadah maupun yang mengenai muamalat. Dalam Dictionary of Islam disebutkan, "Ulama, al'alim, one who knows; a scholar. Arti ulama berasal dari kata 'alim yaitu orang yang memiliki banyak pengetahuan atau seorang mujahid. W.J.S Poerwadarminta berpendapat ulama adalah ahli dalam  pengetahuan agama Islam, orang-orang pandai dalam Islam, alim.
Muhammad Quraish Shihab mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ulama ialah "orang yang mengetahui pengetahuan tentang ayat-ayat Allah SWT, baik yang bersifat kauniyah (Fenomena alam), maupun qur'aniyah (mengenai kandungan Al-Qur'an). Pendapatnya ini dinduksi dari dua ayat Al-Qur'an yang masing-masing menyebutkan kata ulama, ayat pertama ialah firman Allah SWT dalam surah fathir ayat 28:
šÆÏBur Ĩ$¨Z9$# Å_U!#ur¤$!$#ur ÉO»yè÷RF{$#ur ì#Î=tFøƒèC ¼çmçRºuqø9r& šÏ9ºxx. 3 $yJ¯RÎ) Óy´øƒs ©!$# ô`ÏB ÍnÏŠ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$# 3 žcÎ) ©!$# îƒÍtã îqàÿxî ÇËÑÈ      
Artinya: “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.
Yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.
Dengan demikian bisa dipahami, ulama ialah mereka yang benar-benar ahli dalam hal agama Islam dan ilmu-ilmu ke-Islaman serta bertakwa kepada Allah SWT. Sebagai manifestasi dari pengalaman ilmu yang dimilikinya[3].
Dalam hadits di atas di sebutkan لا يقبض العلم انتزاعا   (Allah tidak menarik kembali ilmu pengetahuan dengan jalan mencabutnya) atau menghapus ilmu dari lubuk hati sanubari. Rasulullah mengucapkan hadits ini pada saat haji wada', sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tabrani dari hadits Abu Umamah, bahwa saat haji Wada' Nabi SAW bersabda, "pelajarilah ilmu sebelum datang sebelum datang masa punahnya ilmu tersebut," Arabi berkata, "Bagaimanakah cara ilmu diangkat atau dipunahkan? Beliau bersabda, "Punahnya ilmu itu dengan punahnya para ulama (orang yang menguasai ilmu tersebut)."
            Hadits ini berisi anjuran menjaga ilmu, peringatan bagi pemimpin yang bodoh, peringatan bahwa yang berhak mengeluarkan fatwa adalah pemimpin yang benar-benar mengetahui, dan larangan bagi orang yang berani mengeluarkan fatwa tanpa dasar ilmu pengetahuan. Hadits ini juga dijadikan alasan oleh jumhur ulama untuk mengatakan, bahwa pada zaman sekarang ini tidak ada lagi seorang mujtahid[4].
            Adapun ulama yang kami maksud disini adalah bukanlah ulama dunia tapi ulama akhirat. Yang dimaksud "Ulama Dunia" atau dengan istilah "Ulama-Suu", ialah: mereka yang mempergunakan ilmu pengetahuannya untuk mendapatkan kepuasan duniawi, menjadikannya sebagai tangga untuk mencapai pangkat dan kedudukan saja.
Sehubungan dengan hal itu, Rasulullah SAW. Bersabda:
ان اشدالناس عذابا يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه
Artinya:
"Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya pada hari hari kiamat nanti, ialah yang mempunya ilmu tetapi Allah tidak memberi manfa'at kepadanya dengan ilmunya itu"
Sedangkan yang disebut Ulama Akhirat ialah mereka yang tidak menggunakan ilmu pengetahuannya untuk mencari keuntungan dunia. Ukuran minimal derajat seorang Ulama itu, ialah: ia harus mengerti bahwa dunia itu rendah dan hina, dan mengetahui pula bahwa hal-hal yang bersifat dunia itu mudah binasa. Juga harus menyadari keagungan dan derajatnya. Iapun harus menginsafi, bahwa dunia dan akhirat adalah saling berlawanan seperti dua orang yang bermadu, apabila si suami sedang mencintai isteri yang satu, maka isteri yang lainnya marah, demikian pula sebaliknya. Atau seperti dua buah daun neraca, apabila yang sebelah naik, maka sebelahnya lagi turun. Atau seperti timur dan barat, apabila mendekati yang satu, maka berarti menjauh dari yang lain. Atau seperti dua buah gelas, yang satu penuh berisi air dan yang satunya lagi kosong, seberapa air itu dituangkan kedalam gelas yang kosong iti sehingga menjadi penuh, maka gelas yang asalnya penuh berisi air itu menjadi kosong pula.
Oleh karena itu seorang ulama harus memiliki syarat-syarat tertentu diantaranya:
a)      Memahami Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah serta ulumuddin lainnya.
b)      Memiliki kemampuan memahami situasi dan kondi serta dapat mengantisipasi perkembangan masyarakat dan dakwah Islam.
c)      Mampu memimpin dan membimbing umat dalam melaksanakan kewajiban "Hablum min-Allah, Hablum min-annas dan Hablum minal-'alam".
d)     Mengabdikan seluruh hidup dan kehidupannya hanya kepada Allah SWT.
e)      Menjadikan pelindung, pembela dan pelayan umat (Waliyul mukminin)
f)       Menunaikan sgenap tugas dan kewajibannya atas landasan iman dan taqwa kepada Allah SWT, dengan penuh rasa tanggung jawab.
g)      Berakhlak mulia, ikhlas, sabar, tawakal dan istiqamah. Berkepribadian siddiq, amanah, fhatonah, dan tabliqh. Menunaikan segala perkara yang dicinta dan meninggalkan segala perkara yang dibenci oleh Allah SWT.
h)      Tidak takut selain kepada Allah SWT

B.     Hilangnya Ilmu Sebagai tanda Kiamat
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قال قال رسول الله صلي الله عليه وسلم إِن من أشراط السعاته أن يرفع العلم ويثبت الجهل ويشرب الخمر ويظهر الزنا
Artinya: “Dari Anas r.a. dia berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Diantara tanda-tanda kiamat, ialah punahnya ilmu, meningkatnya kebodohan, diminumnya khamer, dan merajalelanya zina".
1.      Penjelasan Hadits
            Hadits ini merupakan anjuran untuk menuntut ilmu, sesungguhnya ilmu tidak akan punah kecuali dengan kematian ulama, seperti yang akan ditegaskan nanti, dan selama masih ada orang yang mempelajari ilmu, maka kepunahan ilmu tidak akan terjadi. Sesungguhnya telah dijelaskan dalam hadits ini bahwasanya diangkatnya ilmu adalh diantara tanda hari kiamat.
            أشراط الساعه (Tanda-tanda kiamat), bahwa diantara tanda-tandanya ada yang biasa terjadi dan ada yang di luar kebiasaan atau yang tidak pernah terjadi sebelummya.
            أن يرفع العلم (Diangkatnya ilmu) dalm riwayat Nasa'i dati Imran, seorang guru Imam Bukhari, kata-kata (أن ) tidak disebutkan. Maksud diangkatnya ilmu ialah meninggalnya para ulama.
ويثبت  (meningkatnya) Dalam Riwayat Muslim,  ويبث  Yang berarti tafsirnya. Al-Karmani lengah sehingga dia menisbatkan riwayat Muslim kepada Bukhari, namun Imam Nawawi Mmenceritakannya dalam Syarh Muslim, Al Karmani mengatakan, "Dalam riwayat  وينبت
Saya katakan, bahwa semua ini tidak terdapat dalam Shahihaini
ويشرب الخمر (diminumnya khamar ), maksudnya adalah banyaknya orang yang meminum khamar dan mempertontonkannya dengan terang-teranga. Dalam bab “Nikah” disebutka riwayat dari jalur hasyim dari qothadah, ويكثر ثرب الخمر.
ويظهر الزنا ( merajalelanya zina ) atau tersebarnya perzinaan seperti: dalam riwayat muslim.
عن ا نس بن مالك لأحدِّثنكم حديثا لا يحدّثكم أحد بعدي سمعت رسول الله صلي الله عليه و سلّم يقول مِن أشرا ط الساعة أن يقلّ العلم ويظهر الجهل و يظهر الزنا وتكثر النساء و يقلّ الرجال حتي يكون لخمسين امرأ ةً القيّم الواحد.
Artinya: Dari Anan Radhiallahu “anhu, dia berkata “akan kusampaikan kepada anda semua hadita yang tidak akan disampaikan orang kepadamu sepenggalku. Saya mendengar Rasulullah SAW. Bersabda: “diantara tanda-tanda kiamat ialah berkurangnya ilmu, meratanya kebodohan, munculnya perzinahan, banyaknya perempuan dan sedikitnya laki-laki, sehingga bagi lima puluh orang hanya seorang pengawalnya”.
Dalam hadits Abu Musa dalam Bab “Zakat” disebutkan dengan jelas, “sedikitnya kaum laki-laki dan banyaknya kaum perempuan” dimana hal ini merupakan fenomena yang bukan karena sebab lain, akan tetapi memang takdir Allah ,menetapkan akhir zaman dengan mengurangi anak lai-laki yang lahir dan memperbanyak anak perempuan. Banyaknya jumlah wanita sebagai tanda-tanda kiamat adalah sesui dengan timbulnya kebodohan dan punahnya ilmu.
Maksud (setiap lima puluh) adalah sejumlah perempuan dan laki-laki adalah 50 berbanding 1, atau mungkin juga kata tersebut adalah kiasan yang menggambarkan banyaknya jumlah kaum hawa. Hal ini dikuatkan oleh hadits Abu Musa yang menyebutkan, “kamu melihat seorang laki-laki diikuti  empat puluh wanita
القيم (pengawal) atau orang yang mengurus urusan kaum hawa. Huruf “lam” pada kata tersebut berfungsi untuk mengisyaratkan, bahwa kaum laki-laki adalah sebagai pemimpin kaum wanita.
Disebutkannya lima tanda kiamat secara khusus adalah mengisyaratkan bahwa lima tanda-tanda inilah yang pemicu kesenjangan dan kerusakan, dimana dengan menjaga hal-hal ini akan membawa kebaikan dunia dan akhirat. Pertama adalah agama, karena dengan punahnya ilmu berarti agama juga sekarat. Kedua adalah akal, karena dengan minum alkohol akan merusak pikiran. Ketiga adalah keturnan karena perzinahan akan merusak keturunan, keempat jiwa dan harta, karena dengan banyaknya peperangan akan merusak keduanya.
Al-Karmani mengatakan, kerusakan lima perkara, ini merupakan tanda runtuhnya dunia, karena manusia telah meremehkannya dan tidak ada nabi ;agi setelah nabi kita Muhammad SAW, maka hal-hal tersebut akan jadi kenyataan.
Al-Qurtubi menyatakan, bahwa disini memberitahukan akan ilmu kenabian, karena nabi memberitakan apa yang akan menjadidan hal itu sungguh-sungguh terjadi, khususnya pada zaman sekarang.
Dalam kitab Tadzkirah, Al-Qurtubi juga mengatakan “mungkin yang dimaksud dengan”Al-Qayyim ”orang yang mengurusi urusan perempuan, terlepas apakah dia seorang istri atau tidak. Mungkin juga hal itu terjadi pada zaman dimana tidak tersisa lagi orang yang tidak mengucapkan Allah, sehinnga dia mengawini hanya seorang istri karena tahu hukum syar’i” saya katakan bahwa hal tersebut telah kita jumpai pada beberapa umara (penguasa) dan orang-orang yang selain mereka pada masa sekarang[5].
   Mengapa punahnya ilmu dengan cara wafatnya ulama merupakan salah satu tanda kiamat? Halitu karena ulama memiliki fungsi dan tugas yang sangat penting. Dimana peran ulama tersebut menjaga kehidupan manusia agar sesuai dengan tuntunan ajaran islam.
2.      Fungsi dan Kewajiban Ulama
a)      Dakwah dan penegak Islam serta pembentuk kader penerus.
1)      Memimpin dan menegakkan pelaksanaan "Iqomatuddin" menanamkan dan memperkuat aqidah Tauhidulah serta membebaskan manusia dari kemusyrikan. Mengatur dakwah islamiyah terhadap semua lapisan/golongan masyarakat. Menyelenggarakan dan mengembangkan dakwah, islamiyah, ta'lim, tarbiyah, tazkiyah, dan hikmah secara menyeluruh dan sempurna.
2)      Membina persatuan dan kesatuan dalam menunaikan tugas-tugas atau kewajiban "Iqomatuddin ".
b)      Pengkajian Islam dan pengembangannya
1)      Senantiasa menggali ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah
2)      Menemukan dan mengemukakan gagasan baru yang Islam untuk memperbaiki/meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat.
c. Perlindungan pembelaan terhadap Islam dan umat Islam[6].
Dalam buku Mencari Ulama Pewaris Nabi karangan Umar Hasyim menjelaskan bahwa ada enam fungsi, peranan, dan tanggung jawab ulama diantaranya:
a).  Sebagai da’i  penyiar agama islam
b).  Sebagai pemimpin rohani
c).  Sebagai pengemban amanah Allah
d).  Sebagai pembina ummat
e).  Sebagai penuntun ummat
f).  Sebagai penegak kebenaran[7]
3.      Tugas Ulama
         Ulama adalah ahli waris para Nabi, oleh karena itu, sesuai dengan tugas kenabian dalam mengembangkan Al-Qur'an ada empet tugas utama yang harus dijalankan oleh ulama.
Pertama, menyampaikan ajaran Al-Qur'an sesuai dengan firman Allah SWT, dalam surah Al-Maidah ayat 67:
 $pkšr'¯»tƒ ãAqߧ9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& šøs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4 ª!$#ur šßJÅÁ÷ètƒ z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ  
Artinya: “Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

[430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w.
Kedua, menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an, sesuai dengan firman Allah SWT, dalam surah al-Nahl ayat 44:
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ Ìç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcrã©3xÿtGtƒ  
Artinya: “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan”

[829] Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.
Ketiga, memutuskan perkara yang dihadapi masyarakat, sesuai dengan fisman Allah SWT, dalam surah al-Baqarah ayat 213[8].

















BAB III
PENUTUP

Hadits ini berisi anjuran menjaga ilmu, peringatan bagi pemimpin yang bodoh, peringatan bahwa yang berhak mengeluarkan fatwa adalah pemimpin yang benar-benar mengetahui, dan larangan bagi orang yang berani mengeluarkan fatwa tanpa dasar ilmu pengetahuan. Hadits ini juga dijadikan alasan oleh jumhur ulama untuk mengatakan, bahwa pada zaman sekarang ini tidak ada lagi seorang mujtahid
Hadits ini merupakan anjuran untuk menuntut ilmu, sesungguhnya ilmu tidak akan punah kecuali dengan kematian ulama, seperti yang akan ditegaskan nanti, dan selama masih ada orang yang mempelajari ilmu, maka kepunahan ilmu tidak akan terjadi. Sesungguhnya telah dijelaskan dalam hadits ini bahwasanya diangkatnya ilmu adalh diantara tanda hari kiamat.




















DAFTAR PUSTAKA

Umar Hasyim. 1988. Mencari Ulama Pewaris Nabi. PT. Bina Ilmu. Surabaya.
Drs. Muslich Shabir. 1981. Terjemah Riyadluss Shalihin. CV. Toha Putra. Semarang.
Ibnu Hajar Al-Asqalani. 2006. Terjemah Fathul Baari Jilid 1. Pustaka Azzam. Jakarta.
Rahmiati dan Nor Hamdan. 2006. Dinamika Peran Ulama Dalam Politik Praktis. Antasari Press. Banjarmasin.


[1] Umar Hasyim, Mencari Ulama Pewaris Nabi, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1998, Hal. 134
[2] Drs. Muslich Shabir, Terjemah Riyadluss Shalihin, CV. Toha Putra, Semarang, 1981, Hal. 285-286
[3] Rahmiati dan Nor Hamdan, Dinamika Peran Ulama Dalam Politik Praktis, Antasari Press, Banjarmasin, 2006, Hal.
[4] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Fathul Baari Jilid 1, Pustaka Azzam, Jakarta, 2006, Hal. 375
[5] Ibid, Hal. 340-344
[6] Rahmiati dan Nor Hamdan, Op, cit., Hal.
[7] Umar Hasyim, Op, cit., Hal. 135
[8] Rahmiati dan Nor Hamdan, Op, cit., Hal.




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar