BAB I
PENDAHULUAN
Agama islam sangat menjunjung tinggi pendidikan, serta tidak membeda-bedakan pendidikan kepada laki-laki maupun pendidikan kepada wanita. Sebagaimana hadits nabi yang berbunyi.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةُ عَلَي كُلِّ مُسْلِمٍِ وَ مُسْلِمَةٍِ
Artinya: “menuntut ilmu di wajibkan bagi tiap-tiap orang islam lelaki dan orang islam perempuan”.
Didalam Al-Qur’an juga banyak ayat-ayat yang berhubungan dengan pendidikan, diantaranya surah Al-Alaq ayat !-5 menjelaskan kewajiban belajar mengajar, begitu juga pada surah Luqman ayat 12-19 yang menjelaskan materi pendidikan. Dari keterangan hadits dan ayat Al-Quran tersbut dapat kita katakan bahwa didalam islam pendidikan itu sangat penting.
Dari begitu besarnya perhatian islam terhadap pendidikan, tentu agama islam memiliki tujuan dan alasan tersendiri terhadap permasalahan tersebut. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan memaparkan tujuan agama islam menyuruh umatnya memperhatikan pendidikan. Dimana di dalam memaparkannya kami mengambil dari tafsir ayat-ayat tentang tujuan pendidikan. Dan kami tidak mengambil dari satu kitab tafsir saja, tapi kami menghubungkan dari beberapa kitab tafsir tersebut.
BAB II
TUJUAN PENDIDIKAN
A. Tujuan Pendidikan Secara Umum dan Pendapat Beberapa Ulama Tentang Tujuan Pendidikan
Sebelum kita paparkan tujuan pendidikan yang terdapat dalam surah Al-Imran ayat 137-139 dan surah Al-Hajj ayat 38-41, kita perlu ketahui tujuan umum pendidikan di dalam ajaran islam dan pendapat para ulama tentang tujuan pendidikan.
Adapun tujuan umumnya yaitu membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah atau sekurang-kurangnya mempersiapkan ke jalan yang mengacu kepada tujuan akhir manusia. Tujuan utama khalifah Allah adalah beriman kepada Allah dan tunduk patuh secara total kepadaNya. Dalam surat Al-Dzariyat (51): 56 Allah berfirman:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbr߉ç7÷èu‹Ï9
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Konsep ibadah dalam ayat diatas ditafsirkan kepada artian menyembah Allah SWT dan melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan syari’at yang telah ditentukan.
ö@è% ¨bÎ) ’ÎAŸx|¹ ’Å5Ý¡èSur y“$u‹øtxCur †ÎA$yJtBur ¬! Éb>u‘ tûüÏHs>»yèø9$#
“Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Menurut Ibnu Taimiyah, sebagaimana yang dikutip oleh Majid ‘Irsan al-Kaylani, tutjuan pendidikan Islam tertumpu pada empat aspek, yaitu: (1) tercapainya pendidikan tauhid dengan cara mempelajari ayat Allah SWT, dalam wahyu-Nya dan ayat-ayat fisik (afaq) dan psikis (anfus); (2) mengetahui ilmu Allah SWT. Melalui pemahaman terhadap kebenaran mahluk-Nya; (3) mengetahui kekuatan (qudrah) Allah melalui pemahaman jenis-jenis, kauntitas, dan kreatifitas mahluk-Nya; dan (4) mengetahui apa yang diperbuat Allah SWT. (Sunnah Allah) tentang realitas (alam) dan jenis-jenis perilakunya.
Abd al-Rahman Shaleh Abd Allah dalam bukunya, Educational Theory, a Qur’anic Outlook, menyatakan tujuan pendidkan Islam dapat diklsifikasikan menjadi empat dimensi, yaitu:
- Tujuan pendidikan jasmani (al-ahdaf al-jismiyah)
Mempersiapkan diri manusia sebagai tugas khalifah di bumi, melalui keterampilan-ketermpilan fisik. Ia berpijak pada pendapat dari Imam Nawawi yang menafsirkan “al-qawy” sebagai kekuatan iman yang ditopang oleh kekuatan fisik (QS. Al-Baqarah: 247, al-Anfal: 60).
- Tujuan pendidkan rohani (al- ahdaf al-ruhaniyah)
Meningkatkan jiwa dari kesetiaan yang hanya kepada Allah SWT. semata dan melaksanakan moralitas islami yang diteladani oleh Nabi SAW. dengan berdasarkan pada cita-citta ideal dalam al-Qur’an (QS. Ali Imran: 19). Indikasi pendidkan rohani adalah tidak bermuka dua (QS. al-Baqarah: 10), berupaya memurnikan dan menyucikan diri manusia secara individual dari sikap negatif (QS.al-Baqarah: 126) inilah yang disebut dengan tazkiyah (purification) dan (hikmah) wisdom.
- Tujuan pendidikan akal (al-ahdaf al-aqliyah)
Pengarahan intelegensi untuk menemukan kebenaran dan sebab-sebabnya dengan telaah tanda-tanda kekuasaan Allah dan menemukan pesan-pesan ayat-ayat-Nya yang berimplikasi kepada peningkatan iman kepada Sang Pencipta. Tahapan pendidikan akal ini adalah:
a. Pencapaian kebenaran ilmiah (ilm al-yaqin) (QS.al-Takatsur: 5).
b. Pencapaian kebenaran impiris (ain al-yaqin) (QS.al-Takatsur: 7).
c. Pencapaian kebenaran metaempiris atau mungkin lebih tepatnya sebagai kebenaran filosofis (haqq al-yaqin) (QS.al-Waqiah: 95).
- Tujuan pendidikan sosial (al-ahdaf al-ijtimaiyah)
Tujuan pendidikan sosial adalah pembentukan kepribadian yang utuh yang menjadi bagian dari komunitas social. Identitas individu disini tercermin sebagai “al-nas” yang hidup pada masyarakat yang plural (majemuk)
B. Tafsir Surah Al-Imran Ayat 137-139
ô‰s% ôMn=yz `ÏB öNä3Î=ö6s% ×ûsöß™ (#rçŽ�Å¡sù ’Îû ÇÚö‘F{$# (#rã�ÝàR$$sù y#ø‹x. tb%x. èpt6É)»tã tûüÎ/Éj‹s3ßJø9$# ÇÊÌÐÈ #x‹»yd ×b$u‹t/ Ĩ$¨Y=Ïj9 “Y‰èdur ×psàÏãöqtBur šúüÉ)GßJù=Ïj9 ÇÊÌÑÈ Ÿwur (#qãZÎgs? Ÿwur (#qçRt“øtrB ãNçFRr&ur tböqn=ôãF{$# bÎ) OçGYä. tûüÏZÏB÷s•B ÇÊÌÒÈ
137. Sesungguhnya Telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah, Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
138. (Al Quran) Ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
139. Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman[1].
1. Arti Kata-kata Sulit
Khala; telah berlalu,
As-Sunan; bentuk tunggalnya sunan, yaitu cara yang di pakai dan pejalanan yang bias diikuti. Berasal dai perkataan mereka Sanna’l-ma’a, bila menuangkannya secara terus menerus tanpa berhenti. Kemudian di serupakan kepada hal tersebut, karena bagian-bagiannya berulang-ulang dalam bentuk yang sama.
Bayanun; penjelasan tentang akibat jelek yang mereka lakukan, berupa kebohongan. Hudan ; penambah penerangan mata hati dan petunjuk kepada jalan agama lurus.
Al-Maw’izzah; suatuhal yang bisa melunakan hati dan mengajak berpegang kepada ketaatan yang ada padanya.
Al-Wahnu ; lemah dan beramal, berpikir dan dalam menjalankan perkara.
Al-Haznu ; perasaan yang menimpa jiwa bila kehilangan sesuatu yang dicintainya[2].
2. Penjelasan
Pada ayat 137 ini Allah menerangkan bahwa sunnah-Nya (ketentuan yang berlaku) terhadap makhluk-Nya, semenjak umat-umat dahulu kala sebelum umat nabi Muhammad saw, tetap berlaku sampai sekarang. Oleh karena itu, kita di tuntut supaya melakukan perjalanan dan penyelidikan di bumi, sehingga kita dapat pada suatu kesimpulan, bahwa Allah dalam ketentuan-nya telah mengikatkan antara sebab dengan musababnya. Misalnya kalau seseorang ingin kaya, maka ia harus mengusahakan kesimpulannya, sebab-sebab yang biasa membawa kepada kejayaan. Kalau ingin menang dalam peperangan hendaklah dipersiapkan segala sebab untuk mendapatkan kemenangan, baik dari segi materinya maupun dari segi taktik dan sebagainya. Kalau ingin bahagia di dunia dan akhirat, perbuatlah sebab-sebab untuk memperolehnya, dan demikianlah seterusnya[3].
Pada ayat 138 menjelaskan bahwa apa yang tersebut pada ayat 137 adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran orang-orang bertakwa. Sehingga dengan mempelajari sejarah umat-umat terdahulu dan melihat bekasnya dengan sendirinya akan memperoleh penjelasan , petunjuk dan pengajaran. Ilmu kita akan bertambah-tambah tentang perjuangan hidup manusia di dalam alam ini. Dan dalam ayat ini kita berjumpa dengan anjuran mengetahui dua tiga ilmu yang amat penting. Pertama sejarah , kedua ilmu bekas peninggalan kuno, ketiga siasat perang, keempat, ilmu siasat pengendalian negara[4].
Ahmad Musthofa Al-Maragy dalam tafsirnya menjelaskan bahwa dalam ayat ini , Allah mengingatkan tentang sunnah-sunnah Allah pada makhluk-Nya. Barangsiapa berjalan pada tatanan sunnah tersebut, ia akan sampai kepada kebahagiaan. Dan, barangsiapa menyimpang darinya maka ia akan tersesat, akibatnya adalah sengsara dan kehancuran. Perkara yang hak itu pasti harus menang atas kebatilan, sekalipun pada awalnya, kebatilan mempunyai kekuatan yang besar. Sehingga apabila kita tidak menempuh jalan-jalan tersebut berarti kita tidak memakai jalan hidayah, dan kita termasuk orang-orang yang tidak mau mengambil pelajaran dari pengalaman[5].
Sedangkan Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini memerintahkan untuk mempelajari “sunah” yakni kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan Ilahi dalam masyarakat. Sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan Allah dalam memperlakukan masyarakat. Perlu diingat bahwa apa yang dinamai hukum-hukum alam pun adalah kebiasaan-kebisaan yang dialami manusia menyangkut fenomena alam. Dari ikhtisar ‘pukul rata’ statistik tentang fenomena tersebut, hukum-hukum alam dirumuskan. Kebiasaan itu dinyatakan-Nya sebagai tidak beralih (QS. Bani Isra’il [17]: 77) dan tidak pula berubah (QS. Al-Fath [48]: 23). Karena sifatnya demikian, maka ia dapat dinamai juga dengan hukum-hukum kemasyarakatan atau ketetapan-ketetapan bagi masyarakat. Ini berarti ada keniscayaan bagi sunnatullah/hukum-hukum kemasyarakatan itu, tidak ubahnya dengan hukum-hukum alam atau hukum yang berkaitan dengan materi. Apa yang ditegaskan al-Qur’an ini dikonfirmasikan oleh ilmuan: “Hukum-hukum alam – sebagaimana hukum-hukum kemasyarakatan – bersifat umum dan pasti, tidak satupun di negeri manapun yang dapat terbebaskan dari sanksi bila melanggarnya[6].
Adapun Ibnu Katsier menjelaskan bahwa ayat ini merupakan firman Allah kepada hanba-hamba-Nya yang mu’min tatkala mereka mendapat musibah dalam perang Uhud dan gugur tujuh puluh orang diantara mereka sebagai syuhada,” bahwa hal yang serupa itu telah terjadi pada umat-umat yang sebelum mereka, para pengikut nabi-nabi yang akhirnya merekalah yang beruntung dan orang-orang kafirlah yang binasa. Karenanya Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya mengadakan perjalanan untuk melihat dan menyaksikan bagaimana akibat yang diderita oleh umat-umat yang mendustakan nabi-nabi-Nya.
Selanjutnya Allah berfirman bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat keterangan sejelas-jelasnya bagi umat manusia, juga mengenai cerita umat-umat yang dahulu. Di samping itu ia adalah petunjuk dan pencegah dari segala perbuatan dosa dan ma’siat[7].
Memang penafsiran para penafsir pada ayat 137-139 surah Al-Imran di atas hanya sebagian menyinggung permasalahan pendidikan, hal itu dapat dimaklumi karena para penafsir dalam menafsirkan ayat tersebut mengunakan sudut pandang secara umum. Namun apabila di dalam memahami ayat tersebut menggunakan sudut pandang pendidikan maka akan diketahui tujuan pendidikan yang terdapat pada ayat tersebut.
Adapun dari surah Al-Imran ayat 137 dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan yang terdapat dalam ayat tersebut adalah agar manusia bisa mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu, dari sunnah-sunnah Allah yang berlaku pada manusia sebelumnya, agar manusia bisa menghadapi masa depan dengan selamat sesuai dengan aturan Allah SWT. Dan pada ayat 38 “(Al Quran) Ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa” dapat kita ketahui bahwa tujuan pendidikan disini ialah agar manusia mengetahui jalan hidup yang lurus dan benar, dimana Al-Quran lah yang menjadi pendidik dan menjadi penerang jalan hidup manusia. Dan tujuan pendidikan pada ayat 139 “Janganlah kamu bersikap lemah” yaitu agar manusia menjadi orang yang kuat, sehat jasmani dan rohani, “dan janganlah (pula) kamu bersedih hati” yaitu agar manusia bahagia dan tentram hidup didunia dan diakhirat, kemudian dilanjutkan dengan “padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi” yaitu agar derajat manusia bertambah tinggi. Dan kesimpulan tujuan pendidikan yang ada pada ayat 139 ini yaitu agar manusia menjadi orang yang benar-benar beriman kepada Allah, dengan semakin tingginya pendidikan yang manusia dapatkan diharapkan manusia tersebut semakin kuat imannya kepada Allah SWT. Sehingga tujuan pendidikan tidak akan tercapai apabila seseorang yang mendapatkan pendidikan lebih tinggi bukannya bertambah imannya namun imannya semakin berkurang.
Selain itu orang yang mendapatkan pendidikan tidak akan tercapai tujuannya apabila nantinya tidak menjadi orang yang dapat mengambil pelajaran dari sejarah, tidak menjadi orang yang jalan hidup yang lurus dan benar, tidak menjadi orang yang kuat serta sehat jasmani dan rohani, tidak menjadi orang bahagia dan tentram hidup di dunia dan di akhirat, tidak menjadi orang yang derajatnya bertambah tinggi.
C. Tafsir Surah Al-Hajj Ayat 38-41
žcÎ) ©!$# ßìÏùºy‰ãƒ Ç`tã tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw �=Ïtä† ¨@ä. 5b#§qyz A‘qàÿx. ÇÌÑÈ tbÏŒé& tûïÏ%©#Ï9 šcqè=tG»s)ムöNßg¯Rr'Î/ (#qßJÎ=àß 4 ¨bÎ)ur ©!$# 4’n?tã óOÏdÎŽóÇtR í�ƒÏ‰s)s9 ÇÌÒÈ tûïÏ%©!$# (#qã_Ì�÷zé& `ÏB NÏdÌ�»tƒÏŠ ÎŽö�tóÎ/ @d,ym HwÎ) cr& (#qä9qà)tƒ $oYš/u‘ ª!$# 3 Ÿwöqs9ur ßìøùyŠ «!$# }¨$¨Z9$# Nåk|Õ÷èt/ <Ù÷èt7Î/ ôMtBÏd‰çl°; ßìÏBºuq|¹ Óìu‹Î/ur ÔNºuqn=|¹ur ߉Éf»|¡tBur ã�Ÿ2õ‹ãƒ $pkŽÏù ãNó™$# «!$# #ZŽ�ÏVŸ2 3 žcuŽÝÇZuŠs9ur ª!$# `tB ÿ¼çnçŽÝÇYtƒ 3 žcÎ) ©!$# :”Èqs)s9 ̓tã ÇÍÉÈ tûïÏ%©!$# bÎ) öNßg»¨Y©3¨B ’Îû ÇÚö‘F{$# (#qãB$s%r& no4qn=¢Á9$# (#âqs?#uäur no4qŸ2¨“9$# (#rã�tBr&ur Å$rã�÷èyJø9$$Î/ (#öqygtRur Ç`tã Ì�s3ZßJø9$# 3 ¬!ur èpt6É)»tã Í‘qãBW{$# ÇÍÊÈ
38. Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang Telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.
39. Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,
40. (yaitu) orang-orang yang Telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali Karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa,
41. (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan[8].
1. Arti Kata-kata Sulit
Udzina ; diberi keringanan.
Ash-Shawami’ ; bentuk jamak dari shauma’ah, yaitu tempat ibadah para pendeta di padang pasir, yakni biara.
Al- Biya’ ; bentuk jamak dari bi’ah, yaitu tempat ibadah orang nasrani.
Ash-Shalawat ; bentuk jamak dari shalat; ia adalah kata bahasa Ibrani yang di-Arab-kan, yaitu tempat ibadah orang Yahudi.
Masajid ; bentuk jamak dari masjid, yaitu tempat ibadah kaum muslimin[9].
2. Penjelasan
Berkata Ibnu Abbas r.a. bahwa ayat ini turun, tatkala Nabi Muhammad saw dan sahabat beliau dikeluarkan dari Makkah oleh orang-orang Quraisy, dan merupakan ayat yang pertama diturunkan dengan perintah atau izin bagi orang-orang Islam untuk berjihad mempertahankan kelangsungan hidup agama Allah melawam musuh-musuhnya yang menganiaya dan melakukan penindasan serta kesewenang-wenangan mengusir Muhammad dan para sahabatnya dari Mekkah tanah airnya tanpa alasan kecauli karena mereka berkata bahwa Allah-lah Yang Maha Esa yang patut disembah[10].
“Sesungguhnya Allah akan mempertahankan orang-orang yang beriman.”(pangkal ayat 38). Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya bahwa ayat ini adalah suatu jaminan kepada orang-orang beriman supaya mereka tetap bersabar dan memperteguh iman lantaran gangguan-gangguan kaum kafir di negeri Mekkah. Karena kadang-kadang sudah hilang kesabaran mereka, tidak tahan lagi menderita, sampai ada yang ingin membalas, ingin membunuh kafir-kafir itu jika mereka terpencil.
Ayat ini diturunkan tatkala kedudukan kaum yang beriman masih lemah. Yaitu sebelum pertemuan rahasia dengan keputusan kaum Anshar dari Madinah di Aqabah, dekat Mina. Sebab kekuasaan masih ditangan orang musyrikin de negeri Makkah. Tetapi kemudian setelah kaum muslimin kuat kedudukannya setelah pindah ke Madinah, mulailah mereka diizinkan memepertahankan diri.
Selain itu Allah menjelaskan lagi dasar dari pemberian izin mempertahankan diri itu. Tuhan selanjutnya bersabda: “Dan kalau tidaklah Allah mempertahankan manusia yang setengahnya dengan setengahnya, niscaya diruntuh oranglah tempat-tempat beribadat dan biara-biara dan gereja-gereja dan mesjid-mesjid yang banyak disebut didalamnya nama Allah.”
Di ayat 40 dijelaskan nasib umat Tauhid itu sampai mereka diusir dari kampung halaman, karena dianggap bersalah besar dengan apa bertuhan kepada Allah. Lalu diujung ayat dijelaskan inti cita-cita dari peperangan mempertahankan diri, kerena didalam diri itu ada iman. Ada cita-cita. Ada ideologi. Yaitu memepertahankan tempat-tempat yang dianggap suci. Tempat-tempat manusia bertafakkur mengingat Allah sebagai pecipta alam yang dati Dia kita datang, dengan jaminanNya kita hidup dan kepadaNya kita kembali.
Kerapkali Tuhan menurunkan wahyu begini bunyinya: Bahwa Allah akan menolong orang-orang yang menolongNya. Orang yang hatinya belum mendekati Tuhan tentu akan berkata: “Mengapa maka Allah Yang Maha Kuasa baru bersedia menolong hambaNya setelah sihamba lebih dahulu menolong Tuhan? Apakah tuhan itu lemah, sehingga memerlukan pertolongan?” Tetapi orang yang telah mendekatkan hati kepada Tuhan sudah dapat memahami bahwa susunan sabda Ilahi adalah hasungan dan dorongan supaya si hamba bergerak. Supaya dia tidak mengharap saja pertolongan Allah datang, padahal dia sendiri duduk berpangku tangan saja. Tidak berusaha apa gunanya manusia diangkat Tuhan menjadi khalifah di muka bumi, kalau dia tidak bergerak, tidak berfikir mencari jalan yang lebih baik?
”Dan mereka menyuruh berbuat yang ma’ruf.” Maka timbullah berbagai anjuran agar sama-sama berbuat yang ma’ruf. Artinya yang ma’ruf ialah anjuran-anjuran-anjuran atau perbuatan yang diterima baik dan disambut dengan segala senang hati oleh masyarakat ramai. Bertambah banyak anjuran kepada yang ma’ruf bertambah majulah masyarakat.
”Dan mereka mencegah dari berbuat yang munkar.” Artinya yang munkar ialah segala anjuran atau perbuatan yang masyarakat bersama tidak senang melihat atau meneriamanya, karena tidak sesuai dengan garis-garis kebenaran. Maka dengan terbiasanya masyarakat dapat anjuran yang ma’ruf, perasaannya akan lebih halus dalam nenolak yang munkar. Lantaran itu maka amar ma’ruf nahi munkar hendaklah seimbang di antara keduanya. Karenanya keduanya jadi hidup subur sebab dipupuk oleh iman kepada Allah. Ini dijelaskan dalam ayat yang lain, yaitu pada ayat 110 dari Surat 3, ali Imran:
öNçGZä. uŽö�yz >p¨Bé& ôMy_Ì�÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâ�ßDù's? Å$rã�÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ì�x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3
“ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
“Dan kepada Allah jualah akibat dari segala urusan.” (ujung ayat 41). Artinya walau bagaimanapun keadaan yang dihadapi, baik ketika lemah yang menghendaki kesabaran, atau menghadapi perjuangan yang amat sengit dengan musuh karena memperthankan ajaran Allah atau seketika kemenangan telah tercapai, sekali-kali jangan lupa, bahwa keputusan terakhir adalah pada Allah jua[11].
Begitu juga Quraish Shihab menyatakan bahwa ayat ini merupakan izin berperang yaitu membolehkan pembelaan diri, negara, harta dan kehormatan walaupun mengakibatkan terenggutnya nyawa lawan atau yang bersangkutan. Jika yang bersangkutan wafat maka ia dinilai syahid, sedang jika lawanya kehilangan nyawa, atau apapun, maka yang bersangkutan tidak dituntut. Dengan ayat ini, al-Qur’an telah mendahulai hukum positif tentang bolehnya melakukan tindakan apapun yang sesuai untuk mempertahankan diri dan hak seseorang/ satu masyarakat. Bila hal ini dilakukan seseorang atau masyarakat, maka mereka tidak dapat dituntut tidak juga tindakan mereka dipersamakan dengan terorisme.
Dan pada ayat 40 diatas dapat dipahami bahwa Allah swt. tidak menghendaki kehancuran rumah-rumah ibadah, maka dari sini para ulama menetapkan bahwa menjadi kewajiban umat Islam untuk memeliharanya. Bukan saja memelihara masjid-masjid, tetapi juga rumah-aumah ibadah umat-umat yang lain, seperti gereja dan sinagog. Memang, ada diantara ulama yang memberikan batas-batas tertentu yang ketat dan ada pula yang longgar. Al-Qurthubi – pakar tafsir dan hokum Islam ini – mendukung pendapat yang melarang merobohkan gereja-gereja Ahl adz-Dzimmah, atau menjualnya, demikian juga rumah-rumah peribadatan umat yang lain. Kita dapat berkata, bahwa karena ajaran Islam memberi kebebasan beragama kepada setiap anggota masyarakatnya, maka adalah menjadi kewajiban setiap umat Islam untuk ikut memelihara kebebasan dan ketenangan umat lain dalam melaksanakan ajaran agamanya. Umat Islam tidak boleh mengganggu mereka, sebagaimana umat Islam wajar untuk menuntut bahkan mengambil langkah agar mereka tidak diganggu oleh siapa pun[12].
Di dalam kitab tafsir Ahmad Musthafa Al-Maraghi ditulis bahwa maksud Allah menyeru kaum Mu’minin untuk berperang dan menjelaskan bahwa yang demikian itu adalah kebiasaan yang telah dilakukan kepada umat-umat terdahulu, agar urusan masyarakat menjadi teratur, syari’at berjalan dan rumah-rumah peribadatan terjaga dari kehancuran[13].
Begitu juga pada surah Al-Hajj ayat 38-41 di dalam penafsirannya para penafsir menggunakan sudut pandang secara umum. Sehingga dalam tafsirannya kurang menyinggung permasalahan pendidikan.
Adapun dari surah Al-Hajj ayat 38 dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan yang terdapat dalam ayat tersebut adalah agar manusia selalu dibela oleh Allah dengan menjadi orang yang beriman dan agar manusia tidak dicela oleh Allah dengan tidak menjadi penghianat lagi pengingkar nikmat Allah SWT. Kemudian pada ayat 39 dan 40 juga terdapat tujuan suatu pendidikan dimana tujuan pendidikan tersebut yaitu menjadikan manusia berani membela diri apabila dia dianiaya apabila dia dalam keadaan terdzalimi serta menyakini tidak ada yang bisa mengalahkan orang yang benar, karena Allah selalu membela orang yang benar. Pada ayat ini dijelaskan perlunya pendidikan tentang membela diri, karena salah satu tujuan pendidikan yaitu menjaga diri, keluarga, harta, bangsa dan agama. Bagaimanapun juga hal ini sangat penting, karena jika tidak dijaga diri orang tersebut, keluarga, harta, bangsa dan agamanya maka dia akan kehilangan segalanya. Kemudian pada ayat 41 juga terdapat tujuan suatu pendidikan, dimana tujuan tersebut yaitu agar manusia menjadi orang yang diteguhkan kedudukan mereka di bumi dengan melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta menyeru orang lain untuk berbuat baik dan mengingatkan orang lain untuk tidak berbuat mungkar.
Oleh karena itu, dari surah Al-Hajj ayat 38-41 ini diharapkan suatu pendidikan mampu mendidik anak didik menjadi anak didik yang taat dan beriman kepada Allah bukannya menjadi anak yang ingkar dan kufur terhadap nikmat Allah. Dan mendidik anak tersebut untuk mampu menjaga dirinya, keluarganya, hartanya, bangsanya, serta agamanya,. Dan mendidik anak didik agar menjadi orang yang melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah perbuatan yanag mungkar.
BAB III
PENUTUP
Tujuan pendidikan yang terdapat pada surah Al-Imran ayat 137-139 yaitu:
· Agar manusia bisa mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu, dari sunnah-sunnah Allah yang berlaku pada manusia sebelumnya.
· Agar manusia mengetahui jalan hidup yang lurus dan benar, dimana Al-Quran lah yang menjadi pendidik dan menjadi penerang jalan hidup manusia.
· Agar menjadi manusia yang kuat serta sehat jasmani dan rohani, menjadi orang yang bahagia dan tentram hidup didunia dan diakhirat, serta menjadi orang yang derajatnya bertambah tinggi.
· Agar manusia menjadi orang yang benar-benar beriman kepada Allah.
Adapun tujuan pendidikan yang terdapat pada surah Al-Hajj ayat 38-41 yaitu:
· Agar manusia tidak dicela oleh Allah dengan tidak menjadi penghianat lagi pengingkar nikmat Allah SWT.
· Agar manusia mampu menjaga dirinya, keluarganya, hartanya, bangsanya, serta agamanya.
· Agar manusia mampu melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah perbuatan yanag mungkar.
DAFTAR PUSATKA
Ahmad Musthafa Al-Maraghy. 1986. Tafsir Al-Maraghy jilid 4, 17. Toha Putra. Semarang,
Universitas Islam Indonesia . 1995. Al-Quran dan Tafsirnya. PT. Dana Bhakti Wakaf. Yogyakarta .
Prof. Dr. Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar Juz 4, 17. PT. Pustaka Panjimas. Jakarta .
M. Quraish Shihab. 2006. Tafir Al-Misbah volume 2, 9. Lentera Hati. Jakarta.
Ibnu Katsier. .Terjemah Singkat Ibnu Katsier Jilid 2, 5. PT. Bina Ilmu. Surabaya .
Dr. Abdul Mujib, M.Ag. & Dr. Jusuf Mudzakir, M.Si. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Kencana . Jakarta.
[1] Depag RI , Al-Quran dan Terjemahnya, Mahkota, Surabaya , 1989, hal. 98
[3] Universitas Islam Indonesia , Al-Quran dan Tafsirnya, PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta , 1995, hal 53
[7] Ibnu Katsier, Terjemah Singkat Ibnu katsier jilid 2, PT. Bina Ilmu, Surabaya , hal 211-212
[13] Ahmad Musthafa Al-Maraghy, Op, Cit., Jilid 17, hal 198
TUGAS BERSTRUKTUR DOSEN PENGASUH
TAFSIR TARBAWI
USTADZ AHMAD
TUJUAN PENDIDIKAN
Disusun oleh:
MUHAMMAD ZA’IM
NIM. 0701218057
MUHAMMAD ZAINUDDIN
NIM. 0701218047
SENI ADINOOR
NIM. 0701218067
ZAINUDDIN NOR
NIM. 0701218071
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar