BAB I
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and learning- CTL) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang banyak dibicarakan orang. Ada orang yang menganggap bahwa CTL adalah “mukanya”Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK), artinya CTL merupakan salah satu pendekatan yang dapat diandalkan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan KBK. Apa yang dimaksud dengan CTL ? Apa perbedaan CTL dengan pendekatan lain ? Bagaimana mengembangkan CTL dalam proses pembelajaran ?
Oleh karena itu dalam makalah kami ini akan mengajak kita untuk menelusuri CTL sebagai suatu pendekatan. Yang banyak digunakan di masa-masa ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian CTL (Contextual Teaching and Learning)
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti ”hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks) ” (KUBI, 2002 : 519). Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Secara umum contextual mengandung arti : Yang berkenan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks; Yang membawa maksud, makna, dan kepentingan.
Adapun pengertian CTL menurut Depdiknas (2003:5) adalah sebagai berikut : ”Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari–hari”[1].
Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan Kontekstual disingkat menjadi CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.[2]
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
B. Landasan Pemikiran CTL
1. Latar Belakang Filosofis
CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Menurut pandangan filsafat konstrutivisme, pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subyek) yang tahu.
Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema. Skema terbentuk karena pengalaman. Semakin dewasa anak, maka semakin sempurnalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema dan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru. Semua itu (asimilasi dan akomodasi) terbentuk berkat pengalaman siswa. Misalkan, berkat pengalamannya seorang anak memiliki skema tentang burung merpati sebagai binatang yang bersayap dan bisa terbang, sehingga ia akan mengatakan setiap binatang yang memiliki sayap adalah burung dan setiap burung pasti dapat terbang. Selanjutnya proses asimilasi terbentuk, ketika ia melihat burung pipit dan burung elang. Maka ia akan menyempurnakan skema tentang burung yang telah terbentuknya, bahwa burung itu ada yang besar dan ada yang kecil. Kemudian proses akomodasi akan terbentuk, misalnya ketika anak tersebut melihat ayam. Anak akan menjadi ragu sehingga ia akan ada pada posisi ketidakseimbangan. Sebab, walaupun binatang tersebut bersayap, anak akan menolak kalau ayam yang dilihatnya dimasukkan pada skema burung yang telah ada, sebab ayam tidak bisa terbang. Melalui pengalamannya itulah anak memaksa untuk membuat skema baru tentang binatang yang bersayap, yaitu skema tentang ayam. Inilah yang dinamakan proses akomodasi, yakni proses pembentukan skema baru berkat pengalaman.
Pandangan piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam sruktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap model pembelajaran kontekstual. Menurut pandangan kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa.
2. latar Belakang Psikologis
Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subyek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan llingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respons. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak, pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri seseorang. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang ada dibelakang gerakan fisik itu.
Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus Anda pahami tentang belajar dalam konteks CTL.
a. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki.
b. Belajar bukan sekedar menngumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia.
c. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intelektual akan tetapi juga mental dan emosi.
d. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak.
C. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran konvensional
1. CTL menempatkan siswa sebagai subyek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional, siswa ditempatkan sebagai obyek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
2. Dalam pembelajaran CTL siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional, siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat dan menghapal materi pelajaran.
3. Dalam CTL pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
4. Dalam CTL kemampuan didasarkan atas pengalaman. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.
5. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri. Sedangkan konvensional tujuan akhir adalah nilai dan angka.
6. Dalam CTL tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya inidvidu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman atau sekedar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.
7. Dalam CTL pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
8. Dalam pembelajaran CTL siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
9. Dalam pembelajaran CTL pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi didalam kelas.
10.Oleh karena tujuan yang ingin dicaapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara dll. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.
D. Langkah dan Contoh Penerapan Pembelajaran CTL
Untuk lebih memahami bagaimana mengaplikasikan CTL dalam proses pembelajaran , dibawah ini akan disajikan contoh penerapannya.
Misalkan pada suatu hari guru akan membelajarkan anak tentang fungsi pasar. Kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan anak untuk memahami fungsi dan jenis pasar. Untuk mencapai kompetensi dengan menggunakan CTL guru melakukan langkah-langkah dibawah ini:
1. Pendahuluan
a. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
b. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL:
· Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa.
· Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi, misalnya kelompok 1 dan 2 melakukan observasi kepasar tradisional, dan kelompok 3 dan 4 melakukan observasi kepasar swalayan.
· Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan dipasar-pasar tersebut.
c. Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap
siswa.
2. Inti
Di lapangan
a. Siswa melakukan observasi kepasar sesuai dengan pembagian tugas
kelompok.
b. Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan dipasar sesuai dengan alat
observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.
Di dalam kelas
a. Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
b. Siswa melaporkan hasil diskusi.
c. Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.
Penutup
a. Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah pasar sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.
b. Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema pasar.
Pada CTL untuk mendapatkan kemampuan pemahaman konsep anak mengalami langsung dalam kehidupan nyata dimasyarakat. Kelas bukanlah tempat untuk mencatat atau menerima informasi dari guru, akan tetapi kelas digunakan untuk saling membelajarkan.
E. Asas-asas dalam Pembelajaran CTL
CTL sebagai suatu pendekatan pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-asas ini melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Sering kali asas-asas ini disebut juga komponen-komponen CTL. Dibawah ini akan dijelaskan ketujuh asas-asas tersebut.[3]
1. Teori Konstruktivisme
Teori atau aliran ini merupakan landasan berpikir bagi pendekatan CTL. Pengetahuan riil bagi para siswa adalah sesuatu yang dibangun atau ditemukan oleh siswa itu sendiri. Jadi pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang harus diingat siswa, tetapi siswa harus merekonstruksi pengetahuan itu kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam hal ini siswa harus dilatih untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergulat dengan ide-ide dan kemudian mampu merekonstruksinya.
Atas dasar pertimbangan itu, maka proses pembelajaran harus dikemas atau dikelola menjadi proses merekonstruksi, bukan menerima informasi atau pengetahuan dari guru. Dalam hal ini siswa akan membangun sendiri pengetahuannya melalui keterlibatan secara aktif dalam proses pembelajaran.
2. Inkuiri
Proses belajar adalah proses menemukan. Langakah-langkah inkuiri ini meliputi:
a. merumuskan masalah
b. mengamati atau melakukan observasi termasuk membaca buku,
mengumpulkan informasi.
c. menganalisis dan menyajikan hasil karya dalam tulisan, laporan, gambar, tabel dan sebagainya.
d. Mengomunikasikan hasil karyanya didepan guru, teman sekelas atau audien yang lain.
3. Bertanya
Pengetahuan yang dimiliki seseorang umumnya tidak lepas dari aktivitas bertanya. Bertanya merupakan salah satu strategi penting dalam CTL. Bagi siswa, bertanya menunjukkan ada perhatian terhadap materi ynag dipelajari dan ada upaya untuk menemukan jawab sebagai bentuk pengetahuan. Bagi guru, bertanya adalah upaya mengaktifkan siswa.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Diruang ini, dikelas ini, disekitar inidan juga yang ada diluar sana , semua adalah anggota masyarakat belajar.
Dalam kegiatan kelas yang menggunakan pendekatan CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran secara kelompok. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajar yang lemah, yang sudah tahu memberi tahu temannya yang belum tahu, yang cepat menangkap akan mendorong temannya yang lambat. Pengembangan learning community, akan senantiasa mendorong terjadinya proses komunikasi multi arah. Masing-masing pihak yang melakukan kegiatan belajar dapat menjadi sumber belajar.
5. Pemodelan
Komponen CTL yang lain adalah pemodelan. Dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, perlu ada model yang ditiru. Model dalam hal ini bisa berupa cara melafalkan dalam bahasa asing. Atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan demikian, guru memberi model tentang bagaimana cara bekerja.
Dalam pembelajaran CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Misalnya seorang siswa ditunjuk untuk memberi contoh temannya cara melafalkan sesuatu kata dalam bahasa inggris, atau beberapa siswa untuk bermain drama dengan cerita peristiwa dalam sejarah. Jadi para siswa itu diminta untuk mendemonstrasikan keahliannya sehingga menjadi “siswa contoh”. Siswa “contoh” itu dapat dikatakan sebagai model, dan siswa yang lain dapat menggunakan model sebagai standart kompetensi yang harus dicapai
6. Refleksi
Refleksi merupakan bagian penting dalam pembelajaran dengan CTL. Refleksi adalah cara berpikir atau perenungan tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa lalu. Dalam refleksi ini siswa mengendapkan apa-apa yang baru saja dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
7. Penilaian yang Autentik
Penilaian adalah proses pengumpulan data yang memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa mengetahui apakah siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Yang penting lagi untuk dipahami para guru adalah bahwa penilaian itu bukan untuk mencari informasi tentang hasil belajr siswa tetapi bagaimana prosesnya. Dengan demikian, kemajuan belajar siswa dinilai dari proses, bukan semata-mata dari hasil. Dengan melaksanakan proses belajar yang tepat, maka siswa akan memiliki kemampuan, hasil belajarnya akan lebih permanen, sehingga mencapai kompetensi.[4]
BAB III
PENUTUP
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang.
Oleh karena itu dalam pembelajaran CTL guru hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya, Wina, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta, Kencana, 2006.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta , Raja Grafindo Persada, 2006.
Sagala, Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung , CV Alfabeta, 2006.
www.modelpembelajaranctl.com
[2] Syaiful Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran. (Bandung : CV Alfabeta, 2006), Cet. ke-4, hal. 87-88
[3]Wina Sanjaya. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet ke-2 hal.109-118
[4] Sardiman.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta ; Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 223-228
TUGAS BERSTRUKTUR STRATEGI PEMBELAJARAN PAI
DOSEN PENGASUH Dra. RUSDIANA HUSAINI, M.Ag
PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING (CTL)
Disusun oleh:
NOR JANNAH : NIM. 0701218108
EKA DINIATY : NIM. 0801218076
ZUL AKBAR RAMADHANI : NIM. 0701218072
MUHAMMAD ZA’IM : NIM. 0701218057
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar