Sabtu, 19 Februari 2011

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN



DIFINI OPRASIONAL, LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

A.    Difinisi Oprasional
  Untuk menghindari Penafsiran judul skripsi di atas, maka penulis merasa perlu menegaskan difinisi operasional judul, yaitu:
1.    Peran Internet
Dalam kamus bahasa indonesia peran memiliki arti ”pemain sandiwara (film)”, namun dalam penelitian ini peran yang dimaksud yaitu pengaruh atau dampak. Sedangkan Pengertian internet menurut kamus bahasa Indonesia memiliki makna jaringan komunikasi elektronik yang memperhubungkan jaringan-jaringan computer dan fasilitas-fasilitas computer kelembagaan diseluruh dunia ( W.J.S. Poerwadarminta,2006:450).  Adapun didalam kamus computer dan teknologi, internet merupakan singkatan dari Interconection Networking. The network of the networks, diartikan sebagai a global network of computer net works atau sebuah jaringan computer dalam sekala global/mendunia. Jaringan computer ini berskala internasional yang dapat membuat masing-masing computer saling berkomunikasi. Jadi yang di maksud peran internet yaitu pengaruh atau dampak dari komputer yang terhubung dengan jaringan bersekala global sehingga antar computer tersebut dapat berkomunikasi.
2.    Pembelajaran
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pembelajaran adalah proses cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. sehingga pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa[1].

3.    MAN 2 Model Banjarmasin
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Model Banjarmasin adalah sekolah tingkat menengah sederajat SMU yang berciri khas agama Islam di bawah Kementrian Agama. Madrasah ini berlokasi di jalan Pramuka (jalan tembus terminal km.6) telah ditetapkan sebagai salah satu dari beberapa MAN Model di Indonesia. Madrasah ini pada mulanya PGAN 6 tahun berlokasi di komplek Mulawarman, yang kemudian dialih fungsikan menjadi Madrasah Aliyah dengan Surat Keputusan Menteri Agama RI No. 64, tanggal 25 April 1990. Karena lokasi di Mulawarman terlalu sempit dan tidak memungkinkan untuk dikembangkan, maka sejak 1984 direlokasi ke jalan Pramuka Km.6 di lokasi sekarang ini.
Dengan semakin berkembangnya tuntutan peningkatan mutu Madrasah, maka melalui keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Nomor E.IV/PP.00.6/KEP/17.A/1998 tanggal 20 Pebruari 1998 MAN 2 Banjarmasin diproses menjadi MAN Model untuk kawasan Kalimantan Selatan, dengan nomor statistik NSM 311637202074. Pada tanggal 25 Pebruari 2005 oleh Dewan Akreditasi Madrasah Propinsi Kalimantan Selatan (Departemen Agama Republik Indonesia Kantor Wilayah Propinsi Kalimantan Selatan) telah dilakukan Akreditasi Madrasah sebagai Madrasah Terakreditasi dengan peringkat A (Sangat Baik/ Unggul) dengan Piagam Akreditasi Madrasah Aliyah Nomor: A/Kw.17.4/4/PP.03.2/MA/08/2005.

B.     Landasan Teori
Sebelum kita paparkan beberapa landasan teori yang berkaitan dengan peran internet terhadap pembelajaran maka perlu penulis paparkan teori pendidikan secara umum. Kita ketahui ada 4 aliran dalam dunia pendidikan yaitu Nativisme, Naturalisme, Empirisme dan Konveregensi. Teori “Tabula Rasa” yang terdapat pada aliran empirisme, merupakan pandangan dari John Locke (1704-1932) dimana teori tersebut menjelaskan bahwa anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang di proleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak[2]. Dan teori tersebut bertentangan dengan Teori “Nativisme” pada aliran Nativisme yang di kembangkan oleh Schopenhauer, diamana teori ini menjelaskan bahwa tiap anak yang dilahirkan sudah mempunyai berbagai pembaan yang akan berkembang sendiri menurut arahnya masing-masing pembawaan anak ada yang baik an ada yang buruk[3].
Dari kedua teori tersebut terdapat ketidak seimbangannya, kedua-duanya ada benarnya dan ada pula ketidak benarnya. Maka dari itu, untuk mengambil kebenaran dari keduanya W. Stern, ahli ilmu jiwa bangsa Jerman, telah memadukan kedua teori tersebut menjadi satu teori yang disebut Teori “Konvergensi”. Menurut teori ini hasil pendidikan anak-anak itu ditentukan atau dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pembawaan dan lingkungan. Oleh karena itu dalam penilitian ini penulis lebih mengarah kepada teori konveegensi ini, karena sesuai dengan islam, sebagaimana hadits Nabi bahwa anak yang dilahirkan itu dalam keadaan suci maka orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani dan Majusi.
Adapun mengenai peran internet terhadap pembelajaran maka di sini internet dapat berperan sebagai media dan sumber belajar. Dalam kaitannya dengan media dan sumber pembelajaran ini tentu internet merupakan media dan sumber belajar yang paling cangggih saat ini. Sebagaimana kita lihat Teori Brunner bahwa ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial/gambar (Iconic) dan pengalaman abstrak (symbolic). Dan Teori Dale Cone of Experimence (Kerucut Pengalaman Dale) perumus teori ini yaitu Edgar Dale menjelaskan bahwa kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner sebagaimana diuraikan sebelumnya. Hasil belajar seseorang diperoleh dari pengalaman langsung (konkret) kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang, kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas puncak di kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Perlu dicatat bahwa urutan ini tidak berarti proses belajar dan interaksi mengajar belajar harus selalu dimulai dari dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dan mempertimbangkan situasi belajarnya. Dasar pengembangan kerucut  tersebut bukanlah tingkat kesulitan melainkan tingkat keabstrakan- jumlah jenis indera yang yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan[4]. (lihat gambar 1.1)
Pyramid Diagram






















            Dahulu jaman Yunani kuno, Scorates (470-370) terkenal antara lain dengan metode pembelajaran yang kita kenal Ingury Method” (Mencari Tau). Metode ini dilaksanakan dengan tanya jawab, dengan dimulai dari sesuatu yang sudah diketahui oleh anak didiknya[5]. Metode ini tentu merupakan metode yang tapat sekali diterapkan dalam penggunaan internet sebagai sumber belajar. Sehingga siswa akan terus menggali dan menambah pengetahuan melalui internet, semua permasalahan dan pertanyaan akan mudah didapat solusi dan jawabannya di internet, dengan waktu yang cepat.
Pada tahun 1960-1965 orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu Behaviorisme Theory (teori tingkahlaku) ajaran B.F. Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini mendorong orang untuk lebih memperhatikan siswa dalam proses belajar mengajar.menurut teori ini, mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku ini harus tertanam pada diri siswa sehingga menjasi adat kebiasaan. Supaya tingkah laku tersebut menjadi adat kebiasaan, setiap ada perubahan tingkah laku positif kearah tujuan yang dikehendaki, harus diberi penguatan (reinforcement) berupa pemberitahuan bahwa tingkah laku tersebut telah betul. Teori ini telah mendorong diciptakannya media yang dapat mengubahtingkah laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Media instruksional yang terkenal yang dihasilkan teori ini ialah, teaching machine dan programmed instruction[6].  
            Kemudian dalam kaitannya internet sebagi teknologi pendidikan dengan psikologi Edward L. Thorndika (1874-1949) menghasilkan sejumlah teori belajar, diantaranya Law Effect atau Konektionisme.  Menurut teori ini belajar akan lebih berhasil apabila respons murid terhadap suatu stimulus segera disertai oleh rasa senang atau rasa puas merupakan pujian atau atau hadiah, yang disebut reinforcement. Reinforcement ini memperkuat hubungan antara S (Stimulus) dan R (Response) sehingga hasil belajar menjai permanen. Dalam teknologi pendidikan diusahakan agar murid dapat menjawwab ertanyaan atau melakukan suatu tugas dengan baik, sehingga timbul rasa sukses atau keberhasilan. Demikianlah anak itu dibawa sukses yang satu ke sukses beikutnya sampai pelajaran dikuasai.
            Ivan Pavlon (1849-1936) menemukan Teori Conditioning setelah mengadakan percobaan dengan anjing untuk mempelajari proses belajar secara ilmiah. Proses belajar yang diselidikinya adalah conditioning. Anjing yang mula-mula mngeluarkan air liurnya, bila disodorkan makanan (S1) akan keluar air liurnya bila misalnya dibunyikan lonceng (S2) yang semula disodorkan bersamaan dengan makanan dengan kemudian ditiadakan. Namun teori B.F Skinner yang banyak mempengaruhi teknologi pendidikan adpaun perbedaan antar conditioning yang diterapkan oleh Pavlov dan Skinner. Pavlov menggunakan serentak dua stimulasi yang berpasangan, misalnya makanan dan bunyi lonceng. Cara ini disebut respondent conditioning. Skinner menggunakan menggunakan reinforcement segera setelah respon berhasil baik. Respon ini biasanya suatu langkah alam serangkaian bentukkelakuan yang menuju kearah pola kelakuan yang diinginkan[7].
Selain itu teori yang psikologi yang melatar belakangi begitu besarnya peran internet yaitu Teori Piaget. Piaget dalam teorinya memandang anak sebagai individu (pembelajar) yang aktif.  Perhatian utama Piaget tertuju kepada bagaimana anak-anak dapat mengambil peran  dalam  lingkungannya  dan  bagaimana  lingkungan  sekitar  berpengaruh  pada  perkembangan  mentalnya.  Menurut  Piaget),  anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya di lingkungan itu. Melalui kegiatan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah  itulah  pembelajaran  terjadi. Piaget tidak memberikan penekanan terhadap pentingnya  bahasa  dalam  perkembangan  kognoitif  anak.  Bagi  Piaget  bukan perkembangan bahasa pertama yang paling fundamental dalam perkembangan kognitif melainkan aktivitas atau action. Menurut psikologi Piaget, dua macam perkembangan dapat terjadi sebagai hasil dari beraktivitas, yaitu asimilasi dan akomodasi. Suatu perkembangan disebut asimilasi jika aktivitas terjadi tanpa menghasilkan perubahan pada anak, sedangkan akomodasi terjadi  jika anak  menyesuaikan  diri terhadap  hal-hal yang ada di lingkungannya.
Pyramid Diagram            Peran internet sebagai media dan sumber belajar tentu akan memeunuhi kebutuhan siswa akan pengetahuan sebagaimana teori Moslow yaitu teori “hierarki kebutuhan” yang dapat digambarkan dalam bentuk “Piramida kebutuhan manusia” sebagai berikut (gamabar 1.2):






















Keterangan :
a.       Kebutuhan fisik manusia merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidupnya seperti makan, minm, perlindungan, fisik, sex dan sebagainya.
b.      Kebutuhan akan rasa aman baikmfisik, dan perasaan keamanan terhadap masa depan yang dihadapinya.
c.       Kebutuhan akan cinta kasih, mencintai orang lain dan dicintai orang lain pada dirinya.
d.      Kebutuhan akan penghargaan dan untuk dikenal oleh orang lain, merasa berguna bagi orang lain, mempunyai pengaruh terhadap orang lain, dan sebagainya.
e.       Kebutuhan akan pengetahuan dan pemahaman, terhadap berbagai hal agar individu dapat mengambil, berbagai keputusan yang bijaksana terhadap beberapa hal dalam menghadapi dunianya secara efektif.
f.       Kebutuhan akan keindahan dan actualisasi diri yang merupakan yang merupakn kebutuhan untuk berpengalaman mengaktualisasikan dirinya dalam dunia nyta secara langsung agar agar dari pengalamannya ia akan lebih kreatif, toleran dan spontan[8]
g.       
Dengan adanya media dan sumber belajar seperti internet yang memenuhi kebutuhan pengetahuan non stop (24 jam), di dapat dengan cepat dan mudah, serta dapat diakses dimana saja. Tentu seorang siswa harus benar siap menerima pengetahuan yang banyak, walaupun dalam teorimya intelegensi (bakat) yang didapat anak berbeda-beda seperti teori Charles Spearman yang dinamakan “Teori Dwi Faktor”. Teori berpandangan bahwa seseorang memiliki kemampuan dalam dalam dua hal, yakni kemampuan (bakat) umum dan bakat khusus. Bakat bakat umum diistilahkan dengan “factor g” (general factor) dan bakat khusus diberi lambing “factor s (special factor).
            Teori Charles Spearman tentang dua factor g dan s itu secara kasar dapat diperjelas dengan mempergunakanskema seperti dibawah ini.
A
"g""s"


B
"g""s"


                   Keterangan :
                   A = Faktor “g” tinggi, factor “s” rendah.
                   B = Faktor “g” rendah, factor “s” tinggi[9].
Dan internetdapat memenuhi aspek kognitif anak secara lengkap, sebagaimana Teori Bloom oleh B.S Bloom dan D. Krathwolh (1964), disini dalam diri anak yang harus dikembangkan adalah tiga ranah, yaitu ranah Kognetif (pemahaman), Efektif (sikap) dan Psikomotorik (Keterampilan)
Namun apabila dalam perkteknya nanti banyak penyalah gunaan internet maka hal ini merupakan resiko, karena fasilitar hiburan di internet juga lengkap, serta bagiamana sifat seorang manusia itu sendiri sebagaimana Teori Psikoanalitik, yang dikemukakan oleh Sigmun Freud, dimana pada dasarnya manusia adalah determenestik (sudah ditentukan). Penentuannya adalah ketentuan-ketentuan irasional, motivasi yang tidak disadari, dorongan biologis serta dorongan naluri. Kekuatan dan dorongan tersebut disebut insting.dan berdasarkan pemenuhan kebuuhan instingyang berkedudukan pada id , ego dan superego[10].

C.    Kajian Pustaka
Ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan peran internet sebagai media dan sumber belajar, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh I Nyoman Mardika, Mahasiswa S2 Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Yogyakarta, dengan judul Konektivisme Sebagai Alternatif Teori Belajar Di Abad Digital, Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme merupakan tiga teori besar yang sering digunakan dalam menjelaskan tentang lingkungan belajar. Akan tetapi teori-teori tersebut dikembangkan ketika belajar tidak dipengaruhi oleh teknologi. Kini teknologi telah menjadi bagian dalam hidup, komunikasi, dan belajar kita. Jika pada zaman dahulu perkembangan informasi sedemikian lambatnya, sekarang ini semuanya telah berubah. Perkembangan pengetahuan yang dahulu diukur dalam hitungan dekade, sekarang ini dalam hitungan tahun dan bulan. Oleh karena itu harus ada teori alternative yaitu aliran yang memandang informasi dalam suatu organisasi merupakan elemen penting dalam hal efektifitas secara organisasi. Aliran informasi dianalogikan sama dengan pipa minyak dalam sebuah indusri. Menciptakan, menjaga, dan memanfaatkan aliran informasi hendaknya menjadi kunci aktivitas organisasional. Aliran pengetahuan dapat diumpamakan sebagai sebuah sungai yang berliku-liku melalui ekologi suatu organisasi. Di daerah tertentu meluap dan di tempat lain airnya surut. Sehatnya ekologi belajar dari suatu organisasi tergantung pada efektifnya pemeliharan aliran informasi. Analisis jaringan sosial merupakan unsur-unsur tambahan dalam memahami model-model belajar di era digital. Art Kleiner (2002) menguraikan quantum theory of trust milik Karen Stephenson yang menjelaskan tidak hanya sekadar bagaimana mengenal kapabelitas kognitif kolektif dari suatu organisasi, tetapi bagaimana mengolah dan meningkatkannya. Starting point konektivisme adalah individu. Pengetahuan personal terdiri dari jaringan, yang hidup dalam organisasi atau institusi, yang pada gilirannya memberi umpan balik pada jaringan itu, dan kemudian terus menerus member pengalaman belajar kepada individu. Gerak perkembangan pengetahuan (personal ke jaringan ke organisasi) memungkinkan pebelajar tetap mutakhir dalam bidangnya melalui hubungan (connections) yang mereka bentuk.
Sebagaimana penelitian tentang Pemanfaatan Internet dalam Kegiatan Pembelajaran di SMP Al Muslim Sidoarjo-Jawa Timur oleh Sudirman Siahaan1 dan Rr Martiningsih2 dimana Beberapa simpulan yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian ini adalah bahwa (a) seluruh peserta didik (100%) menyatakan bahwa mereka pernah menggunakan internet dalam kegiatan pembelajaran di sekolah sebagai salah satu sumber belajar, (b) alasan peserta didik menyenangi pemanfaatan internet sebagai salah satu sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran di sekolah adalah karena mereka dapat menambah ilmu pengetahuan (87,93%), (c) sebagian besar peserta didik (72,40%) menyatakan kegiatan pembelajaran menjadi sangat menyenangkan dan menarik apabila dilaksanakan dengan menggunakan internet, (d) lebih dari separoh responden (57,63%) menyatakan mereka lebih sering mengakses internet di sekolah karena gratis, dan (e) sebagian besar responden (76,27%) menyatakan mereka mempunyai e-friends yang mereka lakukan melalui situs www.friendster.com[11].
Pembelajaran yang menggunakan media ini perlu dikembangkan dan diterapkan di lembaga pendidikan yang berada di daerah-daerah. Dimana dari beberapa penelitian yang dilakukan Mahasiswa IAIN Antasari di daerah Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa kemampuan guru menggunakan media elektronik dan tersedia fasilitas media yang sudah cukup memadai. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Syafi’i di SMK 1 Barabai Kabupaten Hulu Sungai Utara, di dalam penelitiannya ia menggunakan penelitian lapangan (field Research), dimana yang dari penelitian tersebut diketehui bahwa penggunaan media dalam pembelajaran sngat baik (M. Syafi’i, Skripsi: IAIN Antasari). kalau di bandingkan penelitian yang dilkukan oleh Haris Fazlurrachman, di SMA Negeri 24 Bandung Adapun penggunaan internet sebagai media pembelajaran siswa SMAN 24 Bandung salah satunya dengan diluncurkannya situs pembelajaran online di internet melalui situs resmi www.sman24bdg.com. Melalui website tersebut seluruh siswa serta stackholder dapat menggunakan sarana komunikasi online untuk memenuhi kepentingannya. Situs tersebut mengandung konten atau fasilitas sebagai berikut : - Agenda- Album- Artikel- Info- Berita- Opini Link- Buku Tamu- Forum- E-Learning- Link Blog- Webmaster- Peta Situs( admin sman24bdg.com, 2008 : ) ( curhatpendidikan.blogspot.com )
Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Abdul Aziz, yang berjudul Pengembangan Pembelajaran Berbantuan Komputer mata pelajaran Fiqih di MTs. Dimana penelitian ini mengginakan penelitian Research and development (R&D) mengacu pada penelitian yang dikembangkan oleh Borg & Gall. Dan dalam model pengembangan media pembelajaran yang dikembangkan oelh Kemp & Dayton. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas media pembelajaran bebantuan computer pada mata pelajaran Fiqih termasuk dalam criteria sangant baik dengan rerata skor (dari rentang skor 1-5). Aspek tampilan menunjukkan rerata skor 4,17 dan aspek materi 4,44. Dari aspek motivasi dan manfaat, siswa berpendapat bahwa belajar dengan mnggunakan media pembelajaran berbantuan computer fiqih memudahkan,menyenangkan, menarik, dan bermanfat bagi mreka. Hasil pretest dan posttest yang dilakukan uji coba lapangan menunjukkan adanya peningkatan prestasi siswa yang signifikan antara sebelum dan sesudah menggunakan produk media pembelajaran berbantuan komputersudah layak digunakan sebagai media pembelajaran pada mata pelajaran Fiqih karena telah sesuai dengan criteria yang telah ditentukan, yaitu jika hasil penilaian hasiluji coba lapangan minimal termasuk dalam criteria baik maka produk pengembangan media yang dikembangkan dapat dikatakan valid sebagai media pembelajaran fiqih. Adpun keterbatsan pengembangan produk pembelajaran berbantuan computer fiqih pada penelitian ini masih terbatas hanya untuk tiga kompetensi dasar, produk yang dikembangkan juga belum maksimal karena keterbatasan pada peneliti seperti waktu, kemampuan, dan dana serta proses validasi produk juga belum dilakukan  secara optimal, karena hanya dilakukan lima tahap dan uji coba lapanagan juga masih dilakukan pada satu lembaga pendidikan[12].
Menurut Edhy Sutanta Kemudahan dan kenyamanan dalam berkomunikasi via internet juga ditengarai membuat banyak netters kehilangan kesempatan dan bahkan kemampuan untuk berkomunikasi secara pernosal. Mereka tenggelamkan dalam keasyikan ber-chatting atau ber-e-mail dengan temanmaya hingga melupakan sosialisasi di dunia nyata (Edhy Sutanta, 2005:540). Sebagaomana penelitian yang dilakukan oleh Astutik Nur Qamariah dengan judul Perilaku Penggunaan Internet pada Kalangan Remaja di Perkotaan dimana Penelitiannya ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan format deskriptif survei dengan sampel 96 orang. Lokasi penelitian dilakukan di SMP dan SMA Surabaya, dengan pemilihan lokasi menggunakan multistage random sampling. Dan, lokasi yang terpilih dalam penelitian ini adalah SMP dan SMA di kecamatan Genteng wilayah Surabaya Pusat, yakni SMP Negeri 37 Surabaya, SMP IMKA /YMCA-I Surabaya, SMA Negeri 5 Surabaya, dan SMA Trisila Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Astuti mengenai perilaku penggunaan internet pada kalangan remaja di perkotaan dengan berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diajukan, maka ia dapat menyimpulkan tiga hasil temuan penelitian. Pertama, usia responden saat pertama kali mengenal dan menggunakan internet ialah 12 tahun. Rata-rata
saat itu mereka telah memasuki kelas VII SMP, dimana tugas-tugas sekolah yang diberikan mulai mengharuskan mereka mencari sumber atau bahan-bahannya di internet sehingga mereka dituntut harus bisa menggunakan internet. Sebagian besar remaja perkotaan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa teman sebaya (peer groups) dijadikan sebagai sumber belajar pertama kali berinternet bagi mereka, baik untuk bisa melakukan aktivitas-aktivitas intenet tertentu yang lebih bersifat kesenangan (seperti: chatting, bermain game online, membuat account di salah satu situs social networking atau bahkan mengunjungi situs-situs pornografi) maupun membantu mereka untuk kepentingan akademis yakni mencari bahan atau sumber untuk menyelesaikan tugas sekolah. Berdasarkan aspek intensitas penggunaan internet, sebagian besar remaja perkotaan lebih sering mengakses internet di warnet meskipun di sekolah mereka terdapat fasilitas internet yang dapat dimanfaatkan secara free (baik di laboratorium komputer atau perpustakaan sekolah). Frekuensi internet yang digunakan bagi remaja perkotaan yang sering mengakses internet di rumah cenderung lebih sering dengan durasi setiap kali mengakses internet lebih lama dibandingkan dengan remaja perkotaan yang sering mengakses internet di tempat lainnya, seperti: warnet, sekolah atau wifi area. Dari jumlah waktu penggunaan internet per bulan menunjukkan bahwa pada umumnya kalangan remaja di perkotaan yang sering mengakses internet di rumah termasuk dalam kategori heavy users (pengguna internet yang menghabiskan waktu lebih dari 40 jam per bulan). Sedangkan remaja di perkotaan yang sering mengakses internet di warnet dan memanfaatkan wifi area publik sebagai tempat akses internet mereka dikategorikan sebagai medium users (pengguna internet yang menghabiskan waktu antara 10 sampai 40 jam per bulan). Sementara itu, bagi remaja di perkotaan yang sering mengakses internet dengan memanfaatkan layanan internet yang tersedia di sekolah menunjukkan bahwa pada umumnya mereka tergolong sebagai light users (pengguna internet yang menghabiskan waktu kurang dari 10 jam per bulan). Kalangan remaja di perkotaan menggunakan internet untuk untuk empat dimensi kepentingan, yaitu informasi (information utility), aktivitas kesenangan (leisure/fun activities), komunikasi (communication), dan transaksi (transactions). Meskipun dari keempat kepentingan penggunaan internet tersebut aktivitas-aktivitas internet yang dilakukan kalangan remaja di perkotaan lebih banyak ditujukan untuk aktivitas kesenangan (leisure/fun activities) dari pada untuk kepentingan lainnya, namun aktivitas internet yang paling banyak dilakukan mereka adalah mencari sumber atau bahan terkait dengan tugas atau pelajaran sekolah (palimpsest.fisip.unair.ac.id ).


[1] Panalina Panen, Belajar dan Pembelajaran 1 Model 1-6, (Jakarta: UniversitasTerbuka, 2002), h. 3.
[2] Umar Tirtarahardja Dkk, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), h. 194
[3] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 16
[4] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 10-11
[5] Yusuf Hadi Miarso, Dkk, Teknologi Komunikasi Pendidikan, (Jakarta: CV. Rajawali, 1984),  h. 9
[6] Arif S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan: Pengertian, pengembangan dan pemanfaatannya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 9
[7] S. Nasution, Teknologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1999) cet. ke-2, h. 4-5
[8] Drs. Ahmad Rohani, HM, M.Pd., Pengelolaan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), Cet. ke-2, h. 135-136

[9] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Blajar edisi 2, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), 89
[10] Abdul Hayat, Konsep-konsep Konseling Berdasarkan Ayat-ayat Al-Qur’an, (Banjarmasin:Antasari Press,2007), h.10
[11] http://www.depdiknas.go.id/publikasi/balitbang/03_2009/j03_10.pdf

[12] Volume 4, Nomor 2, desember 2007, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, (Palangkaraya: Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) STAIN Palangkaraya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar